USAHA
TIDAK MENGKHIANATI HASIL
Pagi itu masih terlalu pagi untuk memulai aktivitas.
Namun tidak dengan Pak Multan dan Bu Nita. Pukul 5 memang waktu dimana dia
harus berangkat ke pasar dan berbelanja bahan-bahan memasak untuk warung nasi
padang nya. Pagi-pagi buta sebelum matahari terbit sepasang suami istri itu
pergi dengan motor tua yang menjadi saksi perjalanan hidup mereka berdua dengan
keranjang besar di pasang di belakang motor mereka. Keberhasilannya dalam membuka Rumah Makan Padang Bunga Tanjung telah mewujudkan mimpinya yang ingin memberikan contoh kepada orang banyak
bahwa menjadi seorang yang sukses bukanlah mudah dan bukanlah susah.
Hidup dengan segala macam rasa pahit tidak sama sekali meragukannya untuk terus
berjuang mencari nafkah demi memberi anak-anaknya makan dan bisa bersekolah.
Apapun yang menghasilkan uang halal akan dikerjakan semampunya, tanpa mengeluh.
Usaha yang
telah mereka jalani sejak tahun 1985 ini
telah sedikit banyaknya mengubah kehidupannya. Walaupun di tengah persaingan
rumah makan yang mewah dengan citarasa masakan yang enak dan brand nama rumah
makan yang terkenal, ia mengaku tak pernah minder dan tak merasa takut dengan
persaingan itu. “Itu urusan rejeki ada Allah yang mengatur apak nggak takut,
dan rasa masakan rumah makan ini gak kalah enak dengan rumah makan yang mewah
di luar sana.” Ujarnya dengan logat minang. Memang betul, pada saat jam makan siang banyak
langganan Pak Multan dan Bu Nita datang ke rumah makan untuk makan siang sambil
beristirahat. Bahkan ada salah seorang langganan nya yang sudah lama jauh jauh
datang hanya untuk membeli nasi bungkus mereka.
Pak Multan dan
Bu Nita sudah lama menikah, usia bapak yang sudah tidak muda lagi yaitu
kelahiran tahun 1947 umur 71 tahun membuat Pak Multan sudah tidak banyak lagi
bekerja seperti dulu. Mereka mempunyai 8 orang anak dan 17 orang cucu. Semua
anak Pak Multan dan Bu Nita telah menikah, tetapi pada saat bayi anak mereka
meninggal karena sakit dan pada tahun 2017 anak mereka yang laki-laki meninggal
lagi akibat penyakit kanker usus. Anak mereka hanya satu orang yang melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan farmasi dan sekarang
telah menjadi apoteker, selebihnya anak mereka hanya lulus sampai Sekolah
Menengah Atas (SMA). Sebenarnya mereka mampu untuk membiayai semua anak sampai
ke perguruan tinggi tetapi masing masing anak memilih jalan hidupnya untuk
berdagang seperti orang tua mereka. “Yah namanya orang minang sudah dikenal
orang pandai berdagang pasti anak-anak nya harus pandai berdagang setidaknya
kalau mereka belum mendapat kerja sudah punya keahlian dalam berdagang.” Kata
Pak Multan sambil tertawa kecil. Anak Pak Multan kebanyakan laki-laki itulah
yang menjadi alasan mereka tidak mau melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan
tinggi.
Asal mula Pak
Multan dan Bu Nita membuka rumah makan nasi Padang ini tidak mudah dan tidak
instan. Banyak liku-liku kehidupan pengalaman pahit yang sudah menjadikan guru
terbaik bagi sepasang suami istri itu. Dulu sebelum membuka rumah makan yang
besar seperti saat ini, sudah banyak pekerjaan yang dijalani mereka berdua.
“Awal mula kerja apak bukan membuka warung nasi, semua pekerjaan sepertinya
sudah apak coba kayak supir angkot, tukang becak, membuka toko emas.” Kata
Bapak. Memang sudah banyak pekerjaan yang dijalani tetapi itu tidak bertahan
lama dan Pak Multan merasa tidak cocok dengan pekerjaan itu, sebelum berdagang
rumah makan mereka berdua pada tahun 1990an sudah membuka toko emas dan menyewa beberapa toko di Pasar Halat tetapi
itu juga tidak bertahan lama karena harga jual emas yang naik turun juga
pedagang dan pembeli yang sepi. “Apak lebih suka kerja diluar daripada di
rumah, tapi Ibu yang hobi memasak berpikir kenapa tidak buka warung nasi saja
sebagai usaha kecil-kecilan dulu.” Kata Pak Multan.
Bermodalkan
usaha dan doa mereka mencoba berdagang nasi tetapi awal mula berjualan tidak
langsung membuka toko karena uang yang tidak cukup untuk menyewa warung. Mereka
pertama berdagang di pinggir kaki lima Pasar Sambu yang kini sudah menjadi Pusat
Pasar Sentral atau Medan Mall. Karena sudah mulai dikenal banyak orang dengan
masakannya dan uang mulai terkumpul sedikit demi sedikit, barulah mereka mulai
berani menyewa warung kecil di lokasi itu juga. “Namanya juga usaha berdagang
tidak setiap hari orang ramai membeli dan dagangan habis. Maju mundur usaha
pasti ada, kadang ada juga masa sepinya begitulah romantika hidup.” ujar Pak
Multan. Suka duka berdagang rumah makan ini tidak semulus yang dipikirkan
mereka terkadang harga bahan-bahan makanan yang naik menjadi alasan mereka.
“Kalau harga bumbu masakan naik yah apa yang bisa dimasak itulah yang di
hidangkan sama pembeli, kehidupan ekonomi zaman dahulu dengan sekarang jauh
berbeda.” Katanya.
Sekarang
Anak-anak Pak Multan dan Bu Nita telah mengikuti jejak orang tua mereka,
anak-anak mereka telah membuka juga rumah makan dengan nama yang sama punya
orang tua mereka yaitu Rumah Makan Bunga Tanjung 2. Rumah makan anak Pak Multan
dan Bu Nita juga tidak kalah ramai karena memakai nama yang sama dan mempunyai
lokasi yang strategis di pusat kota dekat dengan kantor-kantor di kota Medan.
Terkadang pada hari libur atau hari lain anak Pak Multan dan Bu Nita datang
kerumah untuk berangkat ke pasar berbelanja sama bahan-bahan masakan untuk di
hidangkan pada pembeli.
Memang usaha
tidak pernah mengkhianati hasil. Pak Multan dan Bu Nita percaya dibalik
kesusahan pasti ada kemudahan, buktinya telah banyak mimpi-mimpi kecil
perjalanan hidup mereka yang telah dicapai dan menjadi kenyataan. Bahkan banyak
juga rezeki yang datang secara tak diduga. Itulah mereka mempunyai cara untuk
mensyukuri setiap kejadian yang terjadi dalam hidup mereka.
Mimpi-mimpi
yang telah di angan-angankan tidak hanya menjadi khayalan belaka, salah satu
mimpi yang menjadi kenyataan Pak Multan dan Bu Nita adalah pergi ke Baitullah
(Mekkah) atau pergi haji berdua tidak disangka itu terjadi mereka pergi umroh
bahkan orang tua Bu Nita juga ikut. Tidak hanya itu Pak Multan dan Bu Nita
telah memikirkan investasi di hari tua nanti, mereka telah membeli rumah-rumah
kecil untuk disewakan yang berguna sebagai tabungan di hari tua nanti dan juga
telah punya rumah dan mobil pribadi.
Motto hidup
atau kata-kata motivasi yang membuat Pak Multan dan Bu Nita semangat dalam
menjalani hari-hari adalah “Selagi kita sehat teruslah berusaha dan berdoa.”
Kata Pak Multan.
Allah SWT tidak
akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri (Q.S.13:11) itulah yang menjadi pegangan hidup Pak Multan
dan Bu Nita, usaha dan doa harus selalu seimbang dalam hidup ini.
"SELAGI KITA SEHAT, TERUSLAH BERUSAHA DAN BERDOA USAHA TIDAK MENGKHIANATI HASIL" |
Komentar
Posting Komentar